Perangi Kebodohan, dengan Membaca..!!
>> Sabtu, 22 Januari 2011
”Aku membaca maka aku ada,”…(anonym)
“Membaca adalah ekspresi protes terhadap kebodohan”
bagiku tidak mau membaca adalah kekalahan menghadapi takdir(penulis)
Sudah 60 tahun bangsa ini katanya merdeka namun barangkali satu hal yang sangat menggelisahkan adalah tidak semua rakyat bisa membaca, menikmati buku apalagi berminat membaca buku. Bukan karena apa-apa atau bodoh akan tetapi sebagain besar anak bangsa ini amsih sibuk memikirkan bagaimana hari ini bisa hidup, dapur bisa ngepul itu saja. Negara harusnya sadar betul bukannya memalsukan data penduduk miskin atau pelajar miskin.
Tragedy atau bencana alam mudah disadari orang akan tetapi tragedy nol baca buku masyarakat adalah bencana yang luar bisa yang tak pernah disadari karena dampaknya tidak langsung dan jangka panjang.
Pembanguna ekonomi dengan cara memberikan bantuan cuma-cuma, raskin atau BOS sama sekali bukan cara yang efektif menyelesaikan masalah. Menjadikan bangsa ini terpelajar, gemar membaca dan bekerja keras adalah hal yang vital. Pembangunan infrastruktur sekolah dan lembaga pendidikan lainnya harus ditopang dengan penganggaran yang besar oleh negara sebagaimana konstitusi mengatur 20% APBN untuk pendidikan. Ternyata masih jauh pangang dari api sehingga upaya yang lebih serius harus dilakukan negara sebagai wujud tanggung jawab mengurus warganya hari ini, dan seterusnya bukan untuk waktu satu dua bulan saja.
Konon orang bisa mencapai puncak kesuksesan dari sebuah mimpi, konon banyak orang berhasil mencapai keinginan dengan melakukan hal-hal yang kecil, secara terus menerus, konon banyak orang dimuka bumi terinspirasi bahwa batu cadas akan hancur dengan tetesan air secara terus menerus. Hal ini membuktikan samangat perlawanan bahwa kebodohan bukanlah takdir an sich, bahwa kekalahan adalah bukan akhir, dan memang kegagalan harus diatasi. Beberapa kata di atas mengingatkan betapa penting sebuah motivasi diri perlu dibangun, betapa hebat kekuatan istiqomah dalam sebuah gerakan dan tentu semangat kolektifitas yang terbangun secara kuat akan menghasilkan sesuatu yang jauh lebih hebat. Believe it or not!!mari belajar dari mimpi.
Mimpi itu adalah : terwujudnya sebuah masyarakat yang menjadikan membaca sebagai tradisi yang mulia, menjadikan buku sebagai asset kekayaan, dan menjadikan ilmu pengetahuan sebagai sarana beramal sholeh. Mimpi itu dimulai dari terbangungunya sarana perpustakaan komunitas, pelajar cerdas dan kritis dalam membaca, masyarakat mempunyai apresiasi yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan dan dunia bacaan. Tekun menulis dan produktif dalam membuat buku untuk sebuah pengkajian ilmu pengetahuan, berkontribusi atas berbagai inovasi dan science. Mimpi ini kapan akan terwujud. Seheruanys kita semua akan mewujudkan mimpi yang sempurna ini.
Tragedi Nol buku akan dicarikan lawan. IRM sudah punya konsep gerakan iqro yang bagus dan strategis sebagai gerakan yang berbasisikan pelajar. Gerakan iqro ini bertujuan sangat mulia yaitu mewujudkan masyarakatr bertrdisikan ilmu dan gemar membaca. Intinya seperti itu tinggal bagaimana teknis dilapangan. Tentunya harus melawan dengan berbagai macam cara juga melibatkan komponen masyarakat secar menyeluruh. Dari sekolah, masyarakat, pedagang, penerbitan dan yang terpenting adalah poemrintah memberikan bantuan financial sebagai kontribusi untuk mencerdesakan kehidupan bangsa. Belajar dari Jepang, belajar ilmu tidak harus banyak tapi bagaimana meguasai yang sedikit tapi benar-benar ahli. Ni penring sebab satu persoalan kurikulum adalah terlalu m,enindas dan memberatkan peserta didik.
Gerakan iqro juga diharapkan tumbuh dalam suasana alamiah, kerakyatan dan mulai dari kantung-kantung kecil di pelosok desa. Sementara yang di kota harus rela mentransfer perpustakaan sampai ke level bawah. Inilah simbiosis yang mutyualisme antara koota dan desa dengan segala kekuarangan dan kelebihannya. Penerbitan harus mengalokasikan bukunya untuk disalurkan ke desa dan pelosok kampong agar mudaaah dibaca.
Maaf, saya harus mundur sedikit ke belakang. Bahwa catatan ini adalah kegelisahan saya atas potret kesadaran iqro di kalangan pelajar Muhamamdiyah sangat buram, kebudayaan membaca diletakkan begitu rendah dan sangat buruk. Kemana gerakan aka dibawah jika tiada media jika tanpa skill keilmuwan yang bercahaya. Banyak hal yang dijadikan alas an kenapa seidkit sekali bacaan yang dimakan setiap tahunnya. Berapa buku yang dibaca selama setahun?kita?
Dari permenungan saya, ada beberapa hal yang layak dijadikan refleksi bagi gerakan kesadaran iqro di tubuh Ikatan pelajar Muhammadiyah antara lain; Pertama, Kesadaran yang belum terbangun. Kesadaran harus tumbuh dan ikhtiar harus dilakukan. Sebaiknya kita menghargai dunia ide, dan kesadaran seseorang itu sejak dalam alam fikiran. Kesadaran membaca, kesadaran memperjuangkan nilai-nilai keilmuwan harus kuat menancap dalam alam fikiran untuk sebuah perubahan. Kedua, ketidak tersediaan sumber daya yang potensial. Sering kali the right man in the wrong place. Nilai-nilai kompetensi tidak menjadi landasan untuk menempatkan sebuah pengegerak dalam program gerakan Iqro’. Hal ini sangat melemahkan daya ubah program bahkan cenderung melemahkan. Ketiga, perlunya dukungan kongkrit yang multi stake holder. Membangun kekuatan aliansi untuk melawan dominasi budaya western dan akan melumpuhkan sendi-sendi intelektual karena masyarakat sudah dihingapi oleh virus kapitalisme yang anti Kemanusiaan dan moralitas, masyarakat yang sedang didera oleh hantu konsumtivisme yang mematikan pikiran dan logika. Pelajar-pelajar hanya menjadi konsumen, obyek pasar sebuah produk dan lembaga industrialis. Banyak media yang menawarkan iklan, dan menjadikan media sebagai ajang mencari keuntungan…ke depan jurnalisme ideologis memang berat karena yang dihadapai adalah setan kapitalisme dan setan selalu hebat dalam hal tipu menipu dan memperdayai.
Keempat, Perlunya kebaradaan counter media pop. Keberadaan website IRM dan majalah kuntum yang menjai corong utama mungkin belum sepenhnya maksimal. Banyak wilayah yang tidak tahu, aplaagi daerah yang jauh. Hal ini harusnya bisa disiasati dengan memanfaatkan berbaagai forum untuk komuniaksi dan korespondensi. Ketika turba, coba dimaksimalkan, minimal bawa buku, majalah, dan hendaknya mau bersusah-susah untuk menemui basis massa, memberikan motivasi dan aksi nyata, hibah buku juga bisa dilakukan oleh pribadi PP IRM. Tentu akan membanggakan jika kita masing-masing punya perpustakaan komunitas binaan di wilayah atau daerah. Media online sudah menjadi keniscayaan yang wajib, dan inilah satu media penting yang harus dimiliki oleh dunia pergerakan, untuk menjangkau ruang dan waktu. Pola hidup organisasi yang boros bisa dihemat secara signifikan karena penemuan tekhnologi internet atau instanst massaging. Dan kita sedang berada di sebuah dunia yang online…banyak hal yang konvensional yang harusnya sudah kita tinggalkan. Kita bisa melejitkan kemampuan organisasi kita dengan tekhnologi mutakhir.
Ini hanya catatan kegelisahan, semoga anda juga gelisah dan kita semua berusaha menjawab kegelisahan dan berusaha mewujudkan mimpi yang kita punya. Salam.
“Membaca buku adalah membaca diri sendiri, membaca buku adalah membuka hati untuk menemukan jalan-jalan rahasia menuju kebesaran Ilahi, membaca buku yang bermanfaat berarti merayakan kehidupan untuk belajar mensyukuri setiap percik nikmat-NYA”
Andrea Hirata, penulis Tetralogi Laskar Pelangi
Yogyakarta, 14 Mei2008
David Efendi,
Ketua PImpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah.
“Membaca adalah ekspresi protes terhadap kebodohan”
bagiku tidak mau membaca adalah kekalahan menghadapi takdir(penulis)
Sudah 60 tahun bangsa ini katanya merdeka namun barangkali satu hal yang sangat menggelisahkan adalah tidak semua rakyat bisa membaca, menikmati buku apalagi berminat membaca buku. Bukan karena apa-apa atau bodoh akan tetapi sebagain besar anak bangsa ini amsih sibuk memikirkan bagaimana hari ini bisa hidup, dapur bisa ngepul itu saja. Negara harusnya sadar betul bukannya memalsukan data penduduk miskin atau pelajar miskin.
Tragedy atau bencana alam mudah disadari orang akan tetapi tragedy nol baca buku masyarakat adalah bencana yang luar bisa yang tak pernah disadari karena dampaknya tidak langsung dan jangka panjang.
Pembanguna ekonomi dengan cara memberikan bantuan cuma-cuma, raskin atau BOS sama sekali bukan cara yang efektif menyelesaikan masalah. Menjadikan bangsa ini terpelajar, gemar membaca dan bekerja keras adalah hal yang vital. Pembangunan infrastruktur sekolah dan lembaga pendidikan lainnya harus ditopang dengan penganggaran yang besar oleh negara sebagaimana konstitusi mengatur 20% APBN untuk pendidikan. Ternyata masih jauh pangang dari api sehingga upaya yang lebih serius harus dilakukan negara sebagai wujud tanggung jawab mengurus warganya hari ini, dan seterusnya bukan untuk waktu satu dua bulan saja.
Konon orang bisa mencapai puncak kesuksesan dari sebuah mimpi, konon banyak orang berhasil mencapai keinginan dengan melakukan hal-hal yang kecil, secara terus menerus, konon banyak orang dimuka bumi terinspirasi bahwa batu cadas akan hancur dengan tetesan air secara terus menerus. Hal ini membuktikan samangat perlawanan bahwa kebodohan bukanlah takdir an sich, bahwa kekalahan adalah bukan akhir, dan memang kegagalan harus diatasi. Beberapa kata di atas mengingatkan betapa penting sebuah motivasi diri perlu dibangun, betapa hebat kekuatan istiqomah dalam sebuah gerakan dan tentu semangat kolektifitas yang terbangun secara kuat akan menghasilkan sesuatu yang jauh lebih hebat. Believe it or not!!mari belajar dari mimpi.
Mimpi itu adalah : terwujudnya sebuah masyarakat yang menjadikan membaca sebagai tradisi yang mulia, menjadikan buku sebagai asset kekayaan, dan menjadikan ilmu pengetahuan sebagai sarana beramal sholeh. Mimpi itu dimulai dari terbangungunya sarana perpustakaan komunitas, pelajar cerdas dan kritis dalam membaca, masyarakat mempunyai apresiasi yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan dan dunia bacaan. Tekun menulis dan produktif dalam membuat buku untuk sebuah pengkajian ilmu pengetahuan, berkontribusi atas berbagai inovasi dan science. Mimpi ini kapan akan terwujud. Seheruanys kita semua akan mewujudkan mimpi yang sempurna ini.
Tragedi Nol buku akan dicarikan lawan. IRM sudah punya konsep gerakan iqro yang bagus dan strategis sebagai gerakan yang berbasisikan pelajar. Gerakan iqro ini bertujuan sangat mulia yaitu mewujudkan masyarakatr bertrdisikan ilmu dan gemar membaca. Intinya seperti itu tinggal bagaimana teknis dilapangan. Tentunya harus melawan dengan berbagai macam cara juga melibatkan komponen masyarakat secar menyeluruh. Dari sekolah, masyarakat, pedagang, penerbitan dan yang terpenting adalah poemrintah memberikan bantuan financial sebagai kontribusi untuk mencerdesakan kehidupan bangsa. Belajar dari Jepang, belajar ilmu tidak harus banyak tapi bagaimana meguasai yang sedikit tapi benar-benar ahli. Ni penring sebab satu persoalan kurikulum adalah terlalu m,enindas dan memberatkan peserta didik.
Gerakan iqro juga diharapkan tumbuh dalam suasana alamiah, kerakyatan dan mulai dari kantung-kantung kecil di pelosok desa. Sementara yang di kota harus rela mentransfer perpustakaan sampai ke level bawah. Inilah simbiosis yang mutyualisme antara koota dan desa dengan segala kekuarangan dan kelebihannya. Penerbitan harus mengalokasikan bukunya untuk disalurkan ke desa dan pelosok kampong agar mudaaah dibaca.
Maaf, saya harus mundur sedikit ke belakang. Bahwa catatan ini adalah kegelisahan saya atas potret kesadaran iqro di kalangan pelajar Muhamamdiyah sangat buram, kebudayaan membaca diletakkan begitu rendah dan sangat buruk. Kemana gerakan aka dibawah jika tiada media jika tanpa skill keilmuwan yang bercahaya. Banyak hal yang dijadikan alas an kenapa seidkit sekali bacaan yang dimakan setiap tahunnya. Berapa buku yang dibaca selama setahun?kita?
Dari permenungan saya, ada beberapa hal yang layak dijadikan refleksi bagi gerakan kesadaran iqro di tubuh Ikatan pelajar Muhammadiyah antara lain; Pertama, Kesadaran yang belum terbangun. Kesadaran harus tumbuh dan ikhtiar harus dilakukan. Sebaiknya kita menghargai dunia ide, dan kesadaran seseorang itu sejak dalam alam fikiran. Kesadaran membaca, kesadaran memperjuangkan nilai-nilai keilmuwan harus kuat menancap dalam alam fikiran untuk sebuah perubahan. Kedua, ketidak tersediaan sumber daya yang potensial. Sering kali the right man in the wrong place. Nilai-nilai kompetensi tidak menjadi landasan untuk menempatkan sebuah pengegerak dalam program gerakan Iqro’. Hal ini sangat melemahkan daya ubah program bahkan cenderung melemahkan. Ketiga, perlunya dukungan kongkrit yang multi stake holder. Membangun kekuatan aliansi untuk melawan dominasi budaya western dan akan melumpuhkan sendi-sendi intelektual karena masyarakat sudah dihingapi oleh virus kapitalisme yang anti Kemanusiaan dan moralitas, masyarakat yang sedang didera oleh hantu konsumtivisme yang mematikan pikiran dan logika. Pelajar-pelajar hanya menjadi konsumen, obyek pasar sebuah produk dan lembaga industrialis. Banyak media yang menawarkan iklan, dan menjadikan media sebagai ajang mencari keuntungan…ke depan jurnalisme ideologis memang berat karena yang dihadapai adalah setan kapitalisme dan setan selalu hebat dalam hal tipu menipu dan memperdayai.
Keempat, Perlunya kebaradaan counter media pop. Keberadaan website IRM dan majalah kuntum yang menjai corong utama mungkin belum sepenhnya maksimal. Banyak wilayah yang tidak tahu, aplaagi daerah yang jauh. Hal ini harusnya bisa disiasati dengan memanfaatkan berbaagai forum untuk komuniaksi dan korespondensi. Ketika turba, coba dimaksimalkan, minimal bawa buku, majalah, dan hendaknya mau bersusah-susah untuk menemui basis massa, memberikan motivasi dan aksi nyata, hibah buku juga bisa dilakukan oleh pribadi PP IRM. Tentu akan membanggakan jika kita masing-masing punya perpustakaan komunitas binaan di wilayah atau daerah. Media online sudah menjadi keniscayaan yang wajib, dan inilah satu media penting yang harus dimiliki oleh dunia pergerakan, untuk menjangkau ruang dan waktu. Pola hidup organisasi yang boros bisa dihemat secara signifikan karena penemuan tekhnologi internet atau instanst massaging. Dan kita sedang berada di sebuah dunia yang online…banyak hal yang konvensional yang harusnya sudah kita tinggalkan. Kita bisa melejitkan kemampuan organisasi kita dengan tekhnologi mutakhir.
Ini hanya catatan kegelisahan, semoga anda juga gelisah dan kita semua berusaha menjawab kegelisahan dan berusaha mewujudkan mimpi yang kita punya. Salam.
“Membaca buku adalah membaca diri sendiri, membaca buku adalah membuka hati untuk menemukan jalan-jalan rahasia menuju kebesaran Ilahi, membaca buku yang bermanfaat berarti merayakan kehidupan untuk belajar mensyukuri setiap percik nikmat-NYA”
Andrea Hirata, penulis Tetralogi Laskar Pelangi
Yogyakarta, 14 Mei2008
David Efendi,
Ketua PImpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah.
0 komentar:
Posting Komentar